Oleh : Muhammad Mulyawan Samad_
      Dalam fisiologi, *detoksifikasi* _(bahasa Inggris: detoxification, detox)_ adalah lintasan metabolisme yang mengurangi kadar racun di dalam tubuh, dengan penyerapan, distribusi, biotransformasi dan ekskresi molekul toksin.
  Jamak didapatkan bahwa selama proses detoksifikasi atau detoks itu, tubuh akan merasakan suatu *‘ketidakstabilan*’.
   Entah itu panas, meriang, lemas dan rasa lain yang tidak enak. 
  Sebagian orang yang merasakan efek ini lantas berfikir untuk menghentikan obat atau terapi yang diberlakukan kepadanya dengan pemahaman bahwa obat/terapi itu justru membuat tubuhnya bertambah rusak. 
  Sebagian yang lain bersikap pasrah saja dan berfikir ini adalah bagian integral dari sebuah proses penyembuhan.
  Untuk sebagian orang yang pertama, mereka bisa saja mencari alternatif penyembuhan yang lain, mungkin ganti dokter atau usaha yang lain untuk mendapatkkan kesembuhan yang mereka cari. 
  Yang dipertanyakan adalah, apakah orang itu mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya atau sudah melakukan konsultasi yang mendalam ke institusi kesehatan, dokter atau yang lainnya.
   Sayangnya sebagian besar; mungkin karena panik atau kecemasan yang berlebihan tidak berfikir panjang untuk hal ini.
   Dalam periode pemerintahannya, selain Nawacita, Jokowi-JK memperkenalkan jargon Revolusi Mental.
  Jargon ini lantas diimplementasikan di banyak sektor. 
  Sebutlah misalnya penyederhanaan perijinan, penghapusan dan pnyesuain regulasi, reformasi sistem pengadaan, pemakaian kandungan dalam negeri, pengetatan anggaran dan masih banyak lagi.  
  Perubahan-perubahan tersebut dilakukan secara menyeluruh dan dalam waktu yang cukup singkat. 
  Bisa dibayangkan negara ini sebagai sebuah sistem, tiba-tiba dijejali dengan begitu banyak perubahan dalam waktu cepat. 
  Efek pertama yang dirasakan adalah sebuah ketidaknyamanan.
   Kebiasaan selama puluhan tahun tiba-tiba harus berubah.
  Ya, *Jokowi-JK* hendak menghilangkan banyak hal yang terkait dengan pemborosan, potensi korupsi, ketidakdisiplinan, pemanfaatan sumber daya alam yang timpang dan yang semisalnya yang selama ini menyeret negara semakin jauh tertinggal dari negara lain. 
  Cara yang dilakukan memang tidak ada lagi yang lain walaupun akibatnya _(baca efek detoksnya)_ adalah banyaknya protes, ketidaknyamanan bahkan penolakan dari elemen masyarakat, pegawai negeri, swasta dan ini dia; partai politik!
  Kalau dicermati sebenarnya proses detoksifikasi ini juga dilakukan di periode pemerintahan sebelumnya. 
   Pengurangan subsidi BBM misalnya tidak hanya di lakukan di era Jokowi-JK.
   Namun seperti yang sudah dipaparkan di atas, pada periode Jokowi-JK, proses detoksifikasi ini begitu masif dilakukan dan menyentuh banyak sekali sektor.
  Tidak ada lagi didapatkan cerita mengenai kontraktor jalan yang harus mengemis sambil menyebarkan amplop-amplop berisi *‘you know what’* kepada *“you know who”* karena sistemnya sudah elektronik.
   Perizinan tidak lagi berbelit-belit, berputar-putar dari satu seksi atau departemen bahkan kementrian ke kementrian yang lain.
   Proses pengadaan semakin jauh dari iklim seperti kita masuk ke sebuah rimba raya yang hanya Tuhan yang tahu kapan kita bisa keluar dari dalamnya.
   Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak lagi melulu silau akan penanaman modal dari luar. 
  Masih banyak lagi kerumitan yang sudah menjadi BUDAYA bangsa ini yang ditabrak oleh proses detoksifkasi yang dilakukan oleh Jokowi-JK.
  Saya sengaja menulis ini karena sangat merasa terbantu.
   Sebagai pelaku  dalam bidang energi, khususnya pembangunan  fasilitas pertambangan mineral, minyak dan gas selama hampir 20 tahun di dalam dan luar negeri, saya dengan jelas bisa melihat perubahan dari mulai era sesaat sebelum kejatuhan Soeharto sampai sekarang.
  Dari segi jangka waktu lamanya sebuah proyek dilakukan secara keseluruhan, mulai dari visibility study sampai start-up, sebuah proyek kapital dengan biaya miliaran dollar bisa menghabiskan waktu sampai 10 tahunan bahkan lebih.
  Bisa dibandingkan dengan proyek yang baru saja kami kerjakan yang tepat waktu.
   Jangan tanya dengan biayanya.
   Jaman dahulu pembengkakan biaya adalah hal yang sangat lumrah. Bayangkan kerugian yang harus di tanggung negara waktu itu.
  Dari segi pengadaan, nah ini subyek yang favorit! Jangan tanyakan mengenai sistem yang dulu, anda dapat melakukan pembelian barang dengan telepon ataupun email!
   Langsung tanpa proses evaluasi atau yang lainnya.
   Walaupun lewat sistem, sulur-sulur gurita para mafia pengadaan sudah ada dimana-mana begitu mencium ada bau peluang duit disitu.
   Kalau anda coba-coba berurusan dengan mereka, tunggu saja surat peringatan turun, atau bahkan pemberhentian.
   Kandungan dalam negeri? 
  Itu hampir sebagai sebuah dongeng buat saya, sangat minim sumber daya kita yang terpakai.
  Bagaimana dengan perizinan? 
  Satu lagi rimba raya yang harus anda taklukkan; kerumitan proses, jangka waktu serta biaya yang harus anda keluarkan baik itu resmi atau tidak resmi. 
  Di masa Jokowi-JK , saya sempat berada dalam suat forum penyederhanaan perizinan dan sertifikasi dimana para pejabat negara yang terkait malah *‘berantem’* di depan kami hanya untuk mendapatkan cara yang paling mudah dan cepat supaya perizinan dan sertifkasi bisa diberikan! 
  Satu contoh saja; sertifikasi yang jumlahnya ratusan bahkan mendekati ribuan dalam sebuah proyek kapital, bisa disederhanakan menjadi kurang dari 10 jari tangan!
   Bagaimana dengan jangka waktu perizinan atau sertifikasi untuk dikeluarkan?
   Bagai bumi dan langit, jaman dulu kami harus sering-sering menghela nafas karena perizinan keluar seminggu, sehari bahkan setelah jadwal waktu pelaksanaan sebuah tahapan proyek dilakukan.
   Bayangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar biaya stand-by dari kontraktor karena telatnya perizinan keluar.
   Sebuah biaya yang setelahnya juga akan dibebankan kepada negara lewat skema Cost Recovery.
   Di masa Jokowi-JK, kami mendapatkan perizinan keluar dari awal proyek, jauh sebelum kami melakukan tahapan proyek yang memerlukan perizinan tersebut.
   Ongkosnya? Nol!
   Semua kementerian seakan berlomba-lomba memberikan kami kemudahan.
   Memang masih didapatkan beberapa halangan yang memerlukan perbaikan, tapi dibanding pemerintahan terdahulu sudah sangat mengalami kemajuan pesat.
   Banyak lagi yang bisa saya ceritakan.
   Saya yakin banyak dari kita juga bisa bercerita hal yang lain terkait ini.
    Namun yang menarik adalah, bagaimana dengan efek detoksifikasi ini? Tentunya banyak pihak yang tidak nyaman karenanya. Mereka yang sudah menjadi instrument BUDAYA jaman dahulu yang sangat nyaman dengan lingkungan sistem terdahulu. Mereka yang dengan mudah mendapatkan tip, kemudahan atau semacamnya. Di manakah mereka semua sekarang? Saya serahkan pada anda semua untuk menilai dan membaca situasi sekarang. 
Yang pasti adalah, mereka tidak akan membiarkan keadaan ini berlanjut terus, mereka harus mengembalikan keadaan pada tempatnya semula. Obat atau terapi Revolusi Mental yang sudah diterapkan pemerintahan ini harus dihentikan. Mereka dan kroni-kroninya terlalu menderita dengan proses detoksifikasi ini. 
  Mereka tidak nyaman dengan sistem yang bersih yang menutup ruang mereka mendapatkan keuntungan.
   Jangan membahas kepentingan rakyat di depan mereka kecuali dalam bualan dan jargon-jargon saja.
   Intinya buat mereka, detoksifikasi tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jokowi-JK harus dihentikan! 
*Nah sekarang anda pilih yang mana?*
    Menjadi negara yang sehat dengan proses detoksifikasi ini atau kembali ke zaman dulu yang katanya *“lebih enak”* itu. 
#01SALAMJEMPOL 👍
#01JOKOWILAGI 👍
#01JOKOWIAMIN 👍
#01INDONESIAMAJU 👍
*SALAM JUJUR ITU INDAH*
🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩
🇮🇩    *JOKOWI 2 PERIODE*  🇮🇩
🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩
Periode Jokowi – sebuah cerita proses detoksifikasi
 Reviewed by Lekry
        on 
        
Januari 08, 2019
 
        Rating:
 
        Reviewed by Lekry
        on 
        
Januari 08, 2019
 
        Rating: 
       Reviewed by Lekry
        on 
        
Januari 08, 2019
 
        Rating:
 
        Reviewed by Lekry
        on 
        
Januari 08, 2019
 
        Rating: 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
Tidak ada komentar: